Siang itu ketika istirahat aku ke kantin bersama sahabatku Reno. Seperti biasa kami makan bakso dan minum es jeruk. Tapi kali ini aku merasa aneh dengan tingkah lakunya. Dari kelas sampai kantin dia itu diam melulu. Biasanya ia paling crewet dibanding aku.
“Ren, kamu kenapa sih kok dari tadi pagi diam melulu? Ada masalah ya?” kataku sambil menatapnya yang sedang makan.
“Nggak, aku lagi gak mood ngapa – ngapain.” Jawabnya singkat tanpa menoleh ke aku sambil menelan suapan terakir baksonya.
“Kamu marah ya sama aku ?”
“Sisi yang cantik, manis, imut, dan bawel. Aku nggak kenapa – napa kok, jadi kamu nggak usah kayak gitu ah. Kamu ini kayak nggak kenal aku aja, cepet makannya bentar lagi masuk kelas. Aku mau bayar makanannya dulu.” Katanya sambil berdiri.
“Bayarin ya?” kataku sambil tersenyum padanya tanda merayu.
“Iya….iya sisi yang bawel. Tapi ntar ganti lho?”
Kemudian setelah makan kami pun beranjak menuju ke kelas. Saat pelajaran Reno malah tidur di kelas, karena tempat duduk nya berada di bangku sebelahku maka aku pun menipuknya pakek kertas. Hehehehehe…..
“Aduh,….” Katanya sambil
memegangi kepalanya dan menengok ke aku. Aku pun hanya senyum dan mengangkat dua jari telunjuk dan jari tengah tanda damai. Jam pelajaran ke 7 dan 8 kosong, jadi seperti sudah menjadi tradisi anak pelajar paling seneng saat jam kosong. Aku berdiri dan duduk di sebelah Reno. Ku lihat ia asyik dengan HP nya, “Hei, aku ganggu ya?” “Eh,…Mbak Sisi. Ada apa mbak? Mau nimpuk lagi ya?” katanya meledek “Apaan sih kamu ni?” kataku cemberut Tiba – tiba ia berdiri…..mengambil jepit rambutku lalu mengacak – acak rambutku. Ia berlari keluar kelas sambil mengejekku. Lalu ku kejar ia, “Reno balikin jepit rambutku. Awas ya kamu.” Kataku sambil tetap mengejarnya. Brukkk……… Ku lihat Reno jatuh di dekat gudang, aku langsung berlari ke tempatnya jatuh. “Reno? Reno? Bangun? Reno…..?” kataku sambil mengoyang - goyangkan tubuhnya. “Tolong! Tolong!” kataku panik Karena ku lihat darah mengalir dari hidung Reno. Tak lama kemudian ia pun sadar, ku papah dia menuju UKS. “Kamu nggak apa – apa kan?” kataku sambil mengambil tisu di kotak P3K “Nggak apa – apa kok. Cuman agak sedikit pusing.” Jawab Reno sambil mencoba bangun dari tempat tidur. “Kamu ini kenapa sih? Kamu sakit ya?” “Nggak kok? Tadi itu aku keplest aja.” “Kamu bohong?” “Udah yuk ke kelas aja…?” Kami pun ke kelas, di kelas dia duduk di meja guru sama temen – temennya lain. “Dasar cowok!” kataku dalam hati. Hemmpp….karena kesepian nggak ada temen makanya aku duduk di bangku belakang. Ku ambil HP di saku. Iseng – iseng aku rekam diam - diam Reno lagi becanda – canda sama temen – temennya di depan. Wah, gawat ketahuan deh….! Reno menghampiri ku. Aku pun hanya senyum – senyum sambil tetap merekam kejadian saat itu. “Ooww….kamu ngefans ya ma aku.? Bilang aja dasar cewek bawel.” Katanya sambil duduk di bangku di depan ku. Aku hanya diam, sambil senyum padanya. “Oh, ya kamu masih sering cuci darah ke rumah sakit ?” katanya pelan “Ya begitu lah?” kataku sambil menatap matanya yang indah “Aku mau tanya sesuatu boleh nggak?” “Boleh? Memangnya kamu mau tanya apa sih?” “Kalau ada seorang yang mendonorkan ginjalnya untuk kamu apa yang kamu rasa in?” katanya dengan menatap mataku. Aku tertawa mendengar pertanyaannya “Hanya orang bodoh yang mau mendonorkan kedua ginjalnya dengan cuma – cuma tanpa bayaran. Kita nggak usah bahas ini lagi ya bikin suasana keki aja.” “Aku punya sesuatu untuk kamu?” katanya sambil merogoh saku celananya “Apaan tuh?” kataku penasaran “Ini dia.” Katanya sambil menunjukkan sebuah kalung berliontin merpati yang indah Aku hanya tertegun melihatnya. “Ini buat aku?” “Iya….aku pasangin ya?” “Bagus banget.”kataku sambil memegangi liontin merpati “Kamu suka? Coba lihat ini.” Aku nggak nyangka banget ternyata di belakang liontin itu ada ukiran namaku. Aku seneng banget. “Aku ingin kamu seperti merpati yang setia pada kekasihmu kelak nanti, dan satu lagi kalau kamu udah punya pacar trus nikah jangan lupain aku ya?” Katanya sambil memandangi suasana di luar jendela. “Aku ingin ngelihat kamu terbang seperti merpati. Lalu aku yang jadi sayapmu yang kuat, supaya kamu dapat terbang selama dan setinggi mungkin.” Tambahnya. Aku nggak tahu apa yang ia maksud, tapi setelah ku pikir – pikir aku mulai mengerti. “Sayapku yang menjadi tumpuanku untuk terbang” itu artinya ia ingin menjadi orang yang selalu mensuport ku dalam keadaan apapun. Kemudian aku hanya diam sambil memandangi tangannya, tiba – tiba seorang guru muncul dari balik pintu. Kamipun berdiri dan beranjak ke tempat duduk masing – masing. Nggak tahu kenapa kepala ku tiba – tiba eror, entah apa yang aku pikirkan saat itu membuat aku bingung. Sesekali aku menoleh ke arah Reno, ku lihat ia sedang memperhatikan pelajaran yang di berikan. Bel istirahat bernyanyi merdu, siswa – siswi yang duduk di bangkunya mulai pergi meninggalkan kelas. Karena aku merasa kepalaku mau pecah, aku pun ke kamar mandi. Seselesainya dari kamar mandi aku pun kembali ke kelas. Aku duduk di bangku sambil mendengarkan Mp3, ku lihat Reno di depan kelas sedang menulis sesuatu di white board. Lantas ku perhatikan logatnya di depan, dengan sengaja aku membaca tulisan yang ditulisnya di depan. “ Selamat tinggal duniaku, kenanganku, dan hidupku.” Kemudian ada seorang temannya yang mengambil spidol dan menambahinya,”Rhyme In Peace Reno”. “Dasar anak cowok ada – ada aja tingkah lakunya” kataku dalam hati. Sepulang sekolah, aku menemani Reno ke ruang guru untuk menyerahkan tugas temen – temen tadi. Maklum lah dia kan ketua kelas. Setelah itu kami kembali ke kelas, di kelas ia hanya diam seribu bahasa sambil memakai jaketnya. “Kamu nggak mau nganterin aku pulang.?” Kataku merayu. Reno hanya tersenyum padaku. “Kok, senyum emangnya lucu ya? Kalau seorang cewek minta di anterin pulang sama seorang cowok?” kataku sambil mengambil tas di laci. “ Maaf ya aku nggak bisa nganterin kamu, aku buru – buru nih. Ada orang yang udah nunggu aku. Nggak apa – apa kan kamu pulang sendiri?” katanya sambil berjalan keluar kelas. “Iya, nggak apa - apa kok.” Di halte depan sekolah aku bertemu Iam temennya Reno. Aku duduk di sebelahnya,”Hei, kamu lagi ngapain sih?” kataku penasaran. “Aku lagi ngebuat film documenter tentang alangkah macetnya jalan ini. Hehehehe….” Jawabnya becanda sambil tetap memperhatikan handicame yang di pegangnya. “Eh, Si, ntu da yang baru keluar dari gerbang sekolah.” Katanya meledek. “Apaan sih kamu ini aku sama Reno cuman temen aja kok.” “iya…iya…” katanya sambil mengarahkan handicame nya ke arah Reno yang saat itu sedang mengendarai sepeda motor nya. Aku pun juga menyaksikan Reno yang kala itu akan menyebrang ke jalan. Tiba – tiba di sisi jalan yang kanan aku melihat Reno agak aneh naik sepedanya tiba – tiba benaran. Dari belakang ada truk yang melaju kencang. Aku melihat dengan tidak begitu jelas karena badan jalan yang lebar. Tiba – tiba samar – samar aku melihat Reno di tabrak sama truk dari belakang. “Renoooo….!!!” Teriakku. Aku segera berlari sambil menggandeng tangan Iam. Ku ajak ia menyeberangi lautan maut ini. Samar – samar aku tetap mencoba memandangi Reno yang saat itu kejang - kejang di tengah jalan. Lalu ada sebuah truk besar yang melaju dengan kecepatan cepat, sekuat tenanga aku berlari sesampainya di dekat Reno, ku tarik tubuh tingginya sekuat tenaga ke tepi jalan. Iam pun cepat – cepat menelfon ambulance. Setelah itu aku nggak berani mengangkat atau pun menarik tubuhnya. Aku takut akan memperparah keadaannya. Aku belai lembut kepalanya yang penuh darah. Aku takut kalau Reno bener – bener pergi. Hatiku resah melihat Reno yang kala itu kejang - kejang dan mulutnya pun mengeluarkan darah. Yang aku bisa saat itu adalah menangis dan berharap akan datangnya suatu keajaiban sambil ku pegang tangannya yang dingin. Seketika jalanan menjadi macet polisi datang menghapiri kami. Orang – orang di mobil pun terperangah melihat kami. Lama menunggu akhirnya ambulance pun datang, aku ikut mengantar kan Reno ke rumah sakit. Rasanya saat itu aku nggak ingin jauh darinya. Aku ingin selalu disampingnya. Di mobil ambulance, para medis memberika pertolongan pertama pada Reno. Reno yang masih kejang – kejang perlahan membuka matanya, “Dek…bangun dek. Di buka matanya.” Kata seorang para medis saat itu. Aku yang duduk di sebelahnya langsung mendekatkan wajahku di dekapnya. “Reno kamu harus bertahan, kamu nggak boleh lemah. Sebentar lagi kita sampai rumah sakit. Kamu harus kuat. Kamu bisa dengar aku kan?” Kataku dengan nada membentak. Tapi kelihatannya dia tetap terus kejang – kejang dan mulai sulit bernafas, ku lihat keaadaannya sambil terus terisak – isak menangis. Tak lama kemudia ku lihat retina matanya yang coklat bening mulai mendesak ke atas. “Reno? Reno?” Aku panik aku takut. Dengan penuh emosi aku mencoba menggoyang – gonyangkan badannya. Iam memelukku mencoba menenangkan ku sambil tetap merekam kejadian itu. Kemudian menarikku agak menjauh dari Reno. Aku menangis melihat Reno yang kesakitan. Para medis berusaha memberikan pertolongan pada Reno. Peralatan di mobil yang kala itu terbatas membuat para medis memberikan pertolongan semampunya. Di setiap detik – detik saat itu aku selalu berdoa padanya agar ia tak mengambilnya dariku secepat ini. Tapi keadaan tak seperti yang aku ingingkan. Reno terbatuk – batuk dan semakin kejang – kejang sambil menarik – narik kakinya. Enam belas menit lamanya Reno bertahan akhirnya ia tak kuasa menahannya lagi. Dan ia pun pergi begitu saja, “Renooo…..!!!!” teriakku sambil memeluk tubuh besar dan tingginya yang kaku dan dingin. Aku nggak kuat menyaksikan semua ini. Mataku menjadi buram dan akupun tak ingat dengan pasti apa yang terjadi setelah itu. Saat aku terbangun dari tidur panjangku, aku berada di suatu tempat yang asing bagiku. Perutku terasa sakit, “Diman aku?” kataku sambil mencoba bangun dari tempat tidur. “Sayang kamu udah sadar?” kata mamaku sambil menghampiriku.”Apa yang terjadi?” “Lebih baik kamu istirahat dulu ya?” kata mama mencoba menenangkanku. “Nggak,….!” Kataku membentak. Aku mencoba bangun dari tempat tidur,”Dimana Reno?” tanyaku sambil mendesak mama supaya menjelaskan semua ini. Mama hanya menangis sambil memelukku, “Iya sayang, sabar ya? Reno udah pergi.” “Nggak mungkin………….!” Teriakku sambil meneteskan air mata. “Sabar sayang,…. Reno menyumbangkan ginjalnya untukmu.” Kata mama sambil mengelus lembut rambutku dan memelukku. Di saat pemakamannya aku tak kuasa menahan Kristal – Kristal kepediahan yang mendesak keluar dari mataku begitu saja. Tak terhitung betapa banyaknya danau – danau Kristal yang telah ku buat untuk mengantarnya ke peristirahatannya. Selesai pemakamannya aku masih tetap disana. Aku nggak percaya dengan semua yang terjadi,”Kenapa? Kenapa? Haaaaaaaaa….” Teriakku.”Katanya kamu ingin melihat aku terbang bagai merpati? Tapi kenapa? Sayap yang seharusnya ku gunakan sebagai tumpuanku untuk terbang telah patah. Bagaimana aku bisa terbang tanpa sayap? Akankah aku mampu menjalani hidup tanpa kamu di sisiku. Siapa yang akan membuat hidup ini lebih berarti?” kataku sambil mengelus nisannya. 2 bulan lamanya aku menjalani hidupku tanpa hadirnya dalam ruang – ruang sudut kotak kisah ini. Untuk mengenang kepergiannya, aku membuat video in memory we are best friends Reno. Yang berisi video bercandanya di kelas sampai saat – saat ia meregang nyawa. Kemudian aku dan temen – temen mengadakan pesta mengenang sahabat tersayang Reno di rumahku. by: Mei Sartika
memegangi kepalanya dan menengok ke aku. Aku pun hanya senyum dan mengangkat dua jari telunjuk dan jari tengah tanda damai. Jam pelajaran ke 7 dan 8 kosong, jadi seperti sudah menjadi tradisi anak pelajar paling seneng saat jam kosong. Aku berdiri dan duduk di sebelah Reno. Ku lihat ia asyik dengan HP nya, “Hei, aku ganggu ya?” “Eh,…Mbak Sisi. Ada apa mbak? Mau nimpuk lagi ya?” katanya meledek “Apaan sih kamu ni?” kataku cemberut Tiba – tiba ia berdiri…..mengambil jepit rambutku lalu mengacak – acak rambutku. Ia berlari keluar kelas sambil mengejekku. Lalu ku kejar ia, “Reno balikin jepit rambutku. Awas ya kamu.” Kataku sambil tetap mengejarnya. Brukkk……… Ku lihat Reno jatuh di dekat gudang, aku langsung berlari ke tempatnya jatuh. “Reno? Reno? Bangun? Reno…..?” kataku sambil mengoyang - goyangkan tubuhnya. “Tolong! Tolong!” kataku panik Karena ku lihat darah mengalir dari hidung Reno. Tak lama kemudian ia pun sadar, ku papah dia menuju UKS. “Kamu nggak apa – apa kan?” kataku sambil mengambil tisu di kotak P3K “Nggak apa – apa kok. Cuman agak sedikit pusing.” Jawab Reno sambil mencoba bangun dari tempat tidur. “Kamu ini kenapa sih? Kamu sakit ya?” “Nggak kok? Tadi itu aku keplest aja.” “Kamu bohong?” “Udah yuk ke kelas aja…?” Kami pun ke kelas, di kelas dia duduk di meja guru sama temen – temennya lain. “Dasar cowok!” kataku dalam hati. Hemmpp….karena kesepian nggak ada temen makanya aku duduk di bangku belakang. Ku ambil HP di saku. Iseng – iseng aku rekam diam - diam Reno lagi becanda – canda sama temen – temennya di depan. Wah, gawat ketahuan deh….! Reno menghampiri ku. Aku pun hanya senyum – senyum sambil tetap merekam kejadian saat itu. “Ooww….kamu ngefans ya ma aku.? Bilang aja dasar cewek bawel.” Katanya sambil duduk di bangku di depan ku. Aku hanya diam, sambil senyum padanya. “Oh, ya kamu masih sering cuci darah ke rumah sakit ?” katanya pelan “Ya begitu lah?” kataku sambil menatap matanya yang indah “Aku mau tanya sesuatu boleh nggak?” “Boleh? Memangnya kamu mau tanya apa sih?” “Kalau ada seorang yang mendonorkan ginjalnya untuk kamu apa yang kamu rasa in?” katanya dengan menatap mataku. Aku tertawa mendengar pertanyaannya “Hanya orang bodoh yang mau mendonorkan kedua ginjalnya dengan cuma – cuma tanpa bayaran. Kita nggak usah bahas ini lagi ya bikin suasana keki aja.” “Aku punya sesuatu untuk kamu?” katanya sambil merogoh saku celananya “Apaan tuh?” kataku penasaran “Ini dia.” Katanya sambil menunjukkan sebuah kalung berliontin merpati yang indah Aku hanya tertegun melihatnya. “Ini buat aku?” “Iya….aku pasangin ya?” “Bagus banget.”kataku sambil memegangi liontin merpati “Kamu suka? Coba lihat ini.” Aku nggak nyangka banget ternyata di belakang liontin itu ada ukiran namaku. Aku seneng banget. “Aku ingin kamu seperti merpati yang setia pada kekasihmu kelak nanti, dan satu lagi kalau kamu udah punya pacar trus nikah jangan lupain aku ya?” Katanya sambil memandangi suasana di luar jendela. “Aku ingin ngelihat kamu terbang seperti merpati. Lalu aku yang jadi sayapmu yang kuat, supaya kamu dapat terbang selama dan setinggi mungkin.” Tambahnya. Aku nggak tahu apa yang ia maksud, tapi setelah ku pikir – pikir aku mulai mengerti. “Sayapku yang menjadi tumpuanku untuk terbang” itu artinya ia ingin menjadi orang yang selalu mensuport ku dalam keadaan apapun. Kemudian aku hanya diam sambil memandangi tangannya, tiba – tiba seorang guru muncul dari balik pintu. Kamipun berdiri dan beranjak ke tempat duduk masing – masing. Nggak tahu kenapa kepala ku tiba – tiba eror, entah apa yang aku pikirkan saat itu membuat aku bingung. Sesekali aku menoleh ke arah Reno, ku lihat ia sedang memperhatikan pelajaran yang di berikan. Bel istirahat bernyanyi merdu, siswa – siswi yang duduk di bangkunya mulai pergi meninggalkan kelas. Karena aku merasa kepalaku mau pecah, aku pun ke kamar mandi. Seselesainya dari kamar mandi aku pun kembali ke kelas. Aku duduk di bangku sambil mendengarkan Mp3, ku lihat Reno di depan kelas sedang menulis sesuatu di white board. Lantas ku perhatikan logatnya di depan, dengan sengaja aku membaca tulisan yang ditulisnya di depan. “ Selamat tinggal duniaku, kenanganku, dan hidupku.” Kemudian ada seorang temannya yang mengambil spidol dan menambahinya,”Rhyme In Peace Reno”. “Dasar anak cowok ada – ada aja tingkah lakunya” kataku dalam hati. Sepulang sekolah, aku menemani Reno ke ruang guru untuk menyerahkan tugas temen – temen tadi. Maklum lah dia kan ketua kelas. Setelah itu kami kembali ke kelas, di kelas ia hanya diam seribu bahasa sambil memakai jaketnya. “Kamu nggak mau nganterin aku pulang.?” Kataku merayu. Reno hanya tersenyum padaku. “Kok, senyum emangnya lucu ya? Kalau seorang cewek minta di anterin pulang sama seorang cowok?” kataku sambil mengambil tas di laci. “ Maaf ya aku nggak bisa nganterin kamu, aku buru – buru nih. Ada orang yang udah nunggu aku. Nggak apa – apa kan kamu pulang sendiri?” katanya sambil berjalan keluar kelas. “Iya, nggak apa - apa kok.” Di halte depan sekolah aku bertemu Iam temennya Reno. Aku duduk di sebelahnya,”Hei, kamu lagi ngapain sih?” kataku penasaran. “Aku lagi ngebuat film documenter tentang alangkah macetnya jalan ini. Hehehehe….” Jawabnya becanda sambil tetap memperhatikan handicame yang di pegangnya. “Eh, Si, ntu da yang baru keluar dari gerbang sekolah.” Katanya meledek. “Apaan sih kamu ini aku sama Reno cuman temen aja kok.” “iya…iya…” katanya sambil mengarahkan handicame nya ke arah Reno yang saat itu sedang mengendarai sepeda motor nya. Aku pun juga menyaksikan Reno yang kala itu akan menyebrang ke jalan. Tiba – tiba di sisi jalan yang kanan aku melihat Reno agak aneh naik sepedanya tiba – tiba benaran. Dari belakang ada truk yang melaju kencang. Aku melihat dengan tidak begitu jelas karena badan jalan yang lebar. Tiba – tiba samar – samar aku melihat Reno di tabrak sama truk dari belakang. “Renoooo….!!!” Teriakku. Aku segera berlari sambil menggandeng tangan Iam. Ku ajak ia menyeberangi lautan maut ini. Samar – samar aku tetap mencoba memandangi Reno yang saat itu kejang - kejang di tengah jalan. Lalu ada sebuah truk besar yang melaju dengan kecepatan cepat, sekuat tenanga aku berlari sesampainya di dekat Reno, ku tarik tubuh tingginya sekuat tenaga ke tepi jalan. Iam pun cepat – cepat menelfon ambulance. Setelah itu aku nggak berani mengangkat atau pun menarik tubuhnya. Aku takut akan memperparah keadaannya. Aku belai lembut kepalanya yang penuh darah. Aku takut kalau Reno bener – bener pergi. Hatiku resah melihat Reno yang kala itu kejang - kejang dan mulutnya pun mengeluarkan darah. Yang aku bisa saat itu adalah menangis dan berharap akan datangnya suatu keajaiban sambil ku pegang tangannya yang dingin. Seketika jalanan menjadi macet polisi datang menghapiri kami. Orang – orang di mobil pun terperangah melihat kami. Lama menunggu akhirnya ambulance pun datang, aku ikut mengantar kan Reno ke rumah sakit. Rasanya saat itu aku nggak ingin jauh darinya. Aku ingin selalu disampingnya. Di mobil ambulance, para medis memberika pertolongan pertama pada Reno. Reno yang masih kejang – kejang perlahan membuka matanya, “Dek…bangun dek. Di buka matanya.” Kata seorang para medis saat itu. Aku yang duduk di sebelahnya langsung mendekatkan wajahku di dekapnya. “Reno kamu harus bertahan, kamu nggak boleh lemah. Sebentar lagi kita sampai rumah sakit. Kamu harus kuat. Kamu bisa dengar aku kan?” Kataku dengan nada membentak. Tapi kelihatannya dia tetap terus kejang – kejang dan mulai sulit bernafas, ku lihat keaadaannya sambil terus terisak – isak menangis. Tak lama kemudia ku lihat retina matanya yang coklat bening mulai mendesak ke atas. “Reno? Reno?” Aku panik aku takut. Dengan penuh emosi aku mencoba menggoyang – gonyangkan badannya. Iam memelukku mencoba menenangkan ku sambil tetap merekam kejadian itu. Kemudian menarikku agak menjauh dari Reno. Aku menangis melihat Reno yang kesakitan. Para medis berusaha memberikan pertolongan pada Reno. Peralatan di mobil yang kala itu terbatas membuat para medis memberikan pertolongan semampunya. Di setiap detik – detik saat itu aku selalu berdoa padanya agar ia tak mengambilnya dariku secepat ini. Tapi keadaan tak seperti yang aku ingingkan. Reno terbatuk – batuk dan semakin kejang – kejang sambil menarik – narik kakinya. Enam belas menit lamanya Reno bertahan akhirnya ia tak kuasa menahannya lagi. Dan ia pun pergi begitu saja, “Renooo…..!!!!” teriakku sambil memeluk tubuh besar dan tingginya yang kaku dan dingin. Aku nggak kuat menyaksikan semua ini. Mataku menjadi buram dan akupun tak ingat dengan pasti apa yang terjadi setelah itu. Saat aku terbangun dari tidur panjangku, aku berada di suatu tempat yang asing bagiku. Perutku terasa sakit, “Diman aku?” kataku sambil mencoba bangun dari tempat tidur. “Sayang kamu udah sadar?” kata mamaku sambil menghampiriku.”Apa yang terjadi?” “Lebih baik kamu istirahat dulu ya?” kata mama mencoba menenangkanku. “Nggak,….!” Kataku membentak. Aku mencoba bangun dari tempat tidur,”Dimana Reno?” tanyaku sambil mendesak mama supaya menjelaskan semua ini. Mama hanya menangis sambil memelukku, “Iya sayang, sabar ya? Reno udah pergi.” “Nggak mungkin………….!” Teriakku sambil meneteskan air mata. “Sabar sayang,…. Reno menyumbangkan ginjalnya untukmu.” Kata mama sambil mengelus lembut rambutku dan memelukku. Di saat pemakamannya aku tak kuasa menahan Kristal – Kristal kepediahan yang mendesak keluar dari mataku begitu saja. Tak terhitung betapa banyaknya danau – danau Kristal yang telah ku buat untuk mengantarnya ke peristirahatannya. Selesai pemakamannya aku masih tetap disana. Aku nggak percaya dengan semua yang terjadi,”Kenapa? Kenapa? Haaaaaaaaa….” Teriakku.”Katanya kamu ingin melihat aku terbang bagai merpati? Tapi kenapa? Sayap yang seharusnya ku gunakan sebagai tumpuanku untuk terbang telah patah. Bagaimana aku bisa terbang tanpa sayap? Akankah aku mampu menjalani hidup tanpa kamu di sisiku. Siapa yang akan membuat hidup ini lebih berarti?” kataku sambil mengelus nisannya. 2 bulan lamanya aku menjalani hidupku tanpa hadirnya dalam ruang – ruang sudut kotak kisah ini. Untuk mengenang kepergiannya, aku membuat video in memory we are best friends Reno. Yang berisi video bercandanya di kelas sampai saat – saat ia meregang nyawa. Kemudian aku dan temen – temen mengadakan pesta mengenang sahabat tersayang Reno di rumahku. by: Mei Sartika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar